Senin, 09 November 2009

Keutamaan Sepuluh Hari Pertaman di Bulan Dzulhijjah

Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas (r.a), bahwasanya Rasulullah (s.a.w.) bersabda:

{ مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهَا أََحَبُّ إِلَىاللهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنيِ أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوْا: يَارَسُوْلَ اللهِ وَلَا الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ ؟ قَالَ: وَلَا الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ }

"Tiada hari yang lebih di cintai Allah ta'ala untuk berbuat suatu amalan yang baik dari pada hari-hari ini yaitu sepuluh hari Dzul Hijjah, para sahabat bertanya," wahai Rasulullah, tidak pula dengan jihad fii sabilillah? Rasulullah menjawab," tidak, tidak pula jihad fii sabilillah, kecuali jika ia keluar dengan jiwa dan hartanya, kemudian ia tak kembali lagi".

Dan Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu Umar aradhiyallahu 'anhum, bahwa Rasulullah (s.a.w.) bersabda:

{ مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ وَلاَ أَحَبُّ إِلىَ اللهِ الْعَمَلَ فِيْهِنَّ مِنْ هَذِهِ اْلأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوْا فِيْهِنَّ مِنَ التَّهْلِيْلِ وَالتَّكْبِيْرِ وَالتَّحْمِيْد ِ}

"Tiada hari yang lebih baik dan lebih di cintai Allah ta'ala untuk beramal baik padanya dari sepuluh hari Dzul Hijjah, maka perbanyaklah membaca tahlil (Laa ilaaha illallah), takbir (Allahu Akbar) dan tahmid (Alhamdu lillah)".

Begitu pula Ibnu Hibban dalam shahihnya meriwayatkan dari Jabir t, bahwa Rasulullah (s.a.w.) bersabda:

{ أَفْضَلُ الأَيَّامِ يَوْمُ عَرَفَةَ }

"Hari yang paling utama adalah hari Arafah"

Amalan-Amalan Yang Disyari'atkan Pada Sepuluh Hari Dzul Hijjah

* Melaksanakan ibadah haji dan umrah, dan ini adalah amalan yang paling utama. Banyak sekali hadits-hadits Rasulullah r yang menjelaskan keutamaan haji dan umrah, di antaranya:

{ اَلْعُمْرَةُ إِلىَ الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ اْلمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةَ }

"Dari umrah yang satu ke umrah yang lain sebagai penghapus dosa-dosa diantara keduanya dan haji yang mabrur tidak ada balasannya, kecuali surga"

Dan banyak lagi hadits-hadits yang lain.

* Puasa dengan sempurna (penuh) pada sepuluh hari Dzul Hijjah atau semampunya, terutama pada hari Arafah (9 Dzul Hijjah) bagi yang tidak melaksanakan ibadah haji. Tidak diragukan bahwa ibadah puasa merupakan bentuk amalan yang utama dan ia merupakan amalan yang di pilih oleh Allah ta'ala untuk diri-Nya. Sebagaimana terdapat dalam sebuah hadits Qudsy:

{ اَلصَّوْمُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ إِنَّهُ تَرَكَ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ وَشَرَابَهُ مِنْ أَجْلِيْ }

"Puasa adalah untuk-Ku, dan Akulah yang akan membalasnya, dia (hamba yang berpuasa) meninggalkan syahwat, makan dan minumnya demi Aku"

Diriwayatkan dari Abu Sa'id Al-Khudry t berkata, Rasulullah r bersabda:

{ مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُوْمُ يَوْمًا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ بَاعَدَ اللهُ بِذَلِكَ الْيَوْمِ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِيْنَ خَرِيْفًا }

"Tidaklah ada seorang hamba yang berpuasa sehari di jalan Allah, melainkan Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka selama tujuh puluh tahun (jarak tempuh perjalanan selama tujuh puluh tahun) karena puasanya". (Muttafaq Alaih).

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Qatadah t, bahwa Rasulullah r bersabda:

{ صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِيْ قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِيْ بَعْدَهُ }

"Saya mengharap kepada Allah agar puasa pada hari Arafah menghapuskan dosa tahun sebelumnya dan tahun yang sesudahnya"

* Membaca takbir (Allahu Akbar) dan memperbanyak dzikir pada hari-hari ini, Allah ta'ala berfirman:

{ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ َ} (27) سورة الحـج

"Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari –hari yang telah ditentukan". (QS. Al Hajj: 28).

Hari-hari yang telah di tentukan dalam ayat ini ditafsirkan dengan sepuluh hari Dzul Hijjah.

Para ulama berpendapat bahwa disunahkan pada hari-hari ini untuk memperbanyak dzikir, sebagaimana terdapat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, termaktub dalam musnad Imam Ahmad:

{ فَأَكْثِرُوْا فِيْهِنَّ مِنَ التَّهْلِيْلِ وَالتَّكْبِيْرِ وَالتَّحْمِيْدِ }

"Maka perbanyaklah pada hari-hari ini tahlil, takbir dan tahmid"

Imam Bukhari rahimahullah menjelaskan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhuma, mereka berdua pergi ke pasar pada sepuluh hari Dzul Hijjah untuk menggemakan takbir pada khalayak ramai, lalu orang-orang mengikuti takbir mereka berdua.

Ishaq meriwayatkan dari para ahli fiqih pada masa tabi'in, bahwa mereka mengucapkan pada sepuluh hari Dzul Hijjah:

اَللَّهُ أَكْبَرُ الَّلهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَالَّلهُ أَكْبَرُ اَلَّلهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

"Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tiada ilah yang berhak untuk di sembah kecuali Allah, dan Allah Maha Besar, AllAh Maha besar dan bagi Allah segala pujian"

Dan disunnahkan pula mengeraskan suara ketika melantunkan takbir di tempat-tempat umum, seperti: di pasar, di rumah, di jalan umum atupun di masjid dan di tempat-tempat yang lain.

Allah berfirman:

{ وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ } (185) سورة البقرة

"Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu". (QS. Al Baqarah: 185).

Tidak diperbolehkan melantunkan takbir secara jama'i (bersama-sama dengan satu suara), karena hal itu tidak pernah dicontohkan oleh para ulama salaf, karena yang sesuai dengan sunah Nabi adalah bertakbir sendiri-sendiri tidak bersama-sama.

Dan inilah cara yang disyari'atkan pada setiap dzikir dan do'a, terkecuali bila ada seseorang yang tidak mengetahui maka boleh dibaca bersama-sama dengan tujuan untuk mengajarkan.

Dan dibolehkan berdzikir dengan semampunya dari berbagai macam takbir, tahmid, tasbih dan do'a-do'a lain yang disyari'atkan.

* Bertaubat dan menutup setiap pintu maksiat dan dosa, hingga ia meraih ampunan dan rahmat Allah, karena maksiat dapat menjauhkan seseorang dari rahmat-Nya, sedangkan keta'atan dapat mendekatkan seseorang kepada Allah dan meraih cinta-Nya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah t, bahwa Rasulullah r bersabda:

{ إِنَّ اللهَ يُغَارُ وَغَيْرَةُ اللهِ أَنْ يَأْتِيَ اْلَمْرءُ مَا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ }

"Sesungguhnya Allah cemburu dan cemburunya Allah adalah terhadap hamba-Nya yang melakukan hal-hal yang diharamkan-Nya"( Muttafaq 'alaih).

* Memperbanyak amal shaleh dan ibadah-ibadah yang di sunnahkan, seperti; shalat, jihad, membaca Al quran, dan beramar ma'ruf nahi munkar dan lain-lain, karena sesungguhnya ibadah-ibadah semacam ini dilipatgandakan pahalanya, bahkan amalan-amalan yang biasa lebih utama dan dicintai Allah dari pada amalan yang utama pada waktu yang lain.

* Disyari'atkan untuk melantunkan takbir di sepanjang malam dan siang hingga shalat Ied (ini dinamakan takbir mutlak), begitu pula takbir muqayyad yaitu takbir yang dilakukan setelah shalat jama'ah fardhu. Bagi mereka yang tidak melaksanakan ibadah haji, waktu takbir di mulai sejak fajar hari Arafah, sedangkan bagi mereka yang sedang melaksanakan ibadah haji, waktunya di mulai dari Zhuhur hari qurban hingga Ashar hari tasyriq yang terakhir.

* Disyari'atkan pula qurban pada hari raya Iedul-Adha dan hari-hari tasyriq. Sunnah ini sejak nabi Ibrahim 'alaihissalam, di saat Allah menebus Ismail 'alaihissalam (putera Ibrahim) dengan seekor hewan sembelihan yang besar.

Terdapat dalam hadits shahih bahwa Rasulullah r berqurban dengan dua ekor kambing yang gemuk, beliau menyembelihnya dengan tangan sendiri, dengan cara: membaca bismillah dan bertakbir seraya meletakkan kakinya pada kedua leher kambing. (Muttafaq 'alaihi ).

* Imam Muslim dan yang lainnya meriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha bahwa Nabi r bersabda,"Bila kalian melihat hilal (bulan sabit) Dzul Hijjah dan salah seorang dari kalian ingin berkorban maka hendaknya ia tidak memotong rambut dan kukunya". Dan dalam riwayat yang lain dijelaskan," Maka janganlah ia mengambil rambut dan kukunya hingga ia menyembelih qurbannya".

Barang kali hal tersebut diserupakan dengan seseorang yang menggiring sembelihannya, Allah ta'ala berfirman:

{ وَلاَ تَحْلِقُواْ رُؤُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُِ} (196) سورة البقرة

"Dan janganlah kamu mencukur kepalamu sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya". (QS. Al Baqarah: 196).

Teks larangan di atas khusus untuk pemilik hadyu (hewan sembelihan yang dibawa dari negri seseorang yang melakukan haji) tidak termasuk istri dan anak, kecuali jika salah satu dari mereka memiliki kurban khusus, dan tidak mengapa membasuh kepala dan menggaruknya meskipun hal itu menyebabkan beberapa helai rambut tercabut.

* Hendaknya seorang muslim bersungguh-sungguh melaksanakan shalat Ied, mendengarkan khutbah, mendapat pencerahan ilmu, dan mengetahui hikmah disyari'atkannya shalat Ied, yaitu: hari untuk menggemakan kesyukuran dan beramal kebajikan.

Bukan menodai hari ini dengan kebanggaan dan kesombongan, serta tidak menghabiskan waktu untuk hura-hura dan terjerumus ke dalam hal-hal yang diharamkan, semisal; dansa, ke diskotik, mabuk-mabukan dan lain sebagainya yang akan menghapuskan segala pahala amal shaleh di sepuluh hari Dzul Hijjah.

* Akhirnya hendaknya setiap muslim dan muslimah memanfaatkan semaksimal mungkin hari-hari ini untuk ketaatan kepada Allah, dzikir dan syukur kepada-Nya serta memenuhi semua kewajiban dan menjauhi setiap larangan begitu pula meraih karunia-karunia Allah untuk mendapatkan ridha-Nya.

Dan hanya Allah pemberi taufiq dan hidayah kejalan yang lurus, mudah-mudahan Allah senantiasa mencurahkan rahmat dan kesejahteraan-Nya kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabat-sahabatnya.

izin cetak No: 1218/5 tanggal 1/1/1409 H.

Diterbitkan oleh Biro Percetakan Dirjen Penelitian Fatwa, Dakwah dan Bimbingan.

Di tulis oleh hamba yang membutuhkan ampunan Rabbnya:

Abdullah Bin Abdurrahman Al-Jibrin Rahimahullah. (Anggota Badan Fatwa)

Sabtu, 07 November 2009

Wahdah Islamiyah Tetap Konsisten di Jalur Dakwah dan Tarbiyah

(Klarifikasi Wahdah Islamiyah Terhadap Pemberitaan di Harian Tribun/Ahad/1/11/09)

Tentang pemberitaan Harian Tribun, yang mengutip pernyataan Ketua Umum Wahdah Islamiyah, (WI), Ust. Muh. Zaitun Rasmin, Lc Harian Tribun/Ahad/1/11/09 yang mengatakan bahwa WI siap membentuk partai politik sama sekali tidak benar. Di depan seluruh peserta Mukernas WI VI, Ust. Zaitun menegaskan, bahwa WI sebagai sebuah ormas Islam tetap fokus dan konsisten dalam dakwah dan pembinaan umat, serta tidak akan terjun atau terlibat di jalur politik praktis, apalagi mendirikan partai politik.

Saat ini, WI juga fokus untuk mencapai visi 2015, yakni menjadi ormas Islam yang eksis diseluruh ibukota propinsi di seluruh Indonesia, yang ditandai dengan terbentuknya Dewan Pimpinan Cabang (DPC), serta memiliki 100 pesantren tahfidz di seluruh Indonesia.

Ke depan, WI akan bekerja keras agar visi misi tercapai, apalagi saai ini tantangan dakwah kian berat. Sehingga, kerja keras, dan kerjasama dengan seluruh komponen masyarakat, pemerintah, serta ormas Islam lainnya, amat diperlukan WI berharap dengan tercapainya visi misi tersebut dapat mewujudkan umat yang rahmatan lil alamin yang bermartabat.

Tragedi Pin Wajah Nabi

Oleh: Muhammad Ikhwan Abdul Jalil
(Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia)
Harian Fajar, Sabtu 17 Oktober 2009 Kolom Opini Hal.4)


Tragedi "Pin Wajah Nabi" kemarin (Harian Fajar, 14 Oktober 2009) mengingatkan saya pada tragedi kesyirikan pertama yang terjadi di atas muka bumi ini. Tragedi itu terjadi setelah rasul pertama, Nuh 'Alaihissalam menghadap Allah. Tepatnya setelah generasi ulama dan orang-orang saleh umat Nabi Nuh 'Alaihissalam satu persatu juga meninggal dunia.

Sepeninggal mereka kemudian muncul sebuah ide untuk memvisualkan wujud orang-orang saleh itu ke alam nyata. Alasan awal para pelopor kesyirikan itu kelihatannya "sangat sederhana". Bahkan cenderung sangat religius dan kelihatan "aneh" jika ada yang menolaknya.

Agar wujud visual orang-orang saleh itu dapat memberi motivasi beribadah saat mereka terjangkit kemalasan dan kelemahan dalam beribadah. Dan itu tentu saja berangkat dari sebuah rasa cinta yang sangat mendalam kepada orang-orang saleh tersebut. Dan tidak ada yang melarang mereka. Semuanya dibiarkan begitu saja, karena tujuannya dianggap baik.

Maka berjalanlah waktu demi waktu melewati pembiaran demi pembiaran itu. Dengan alasan: "Tidak masalah karena itu adalah wujud kecintaan". Alasan "kecintaan" itulah yang kemudian menyebabkan tradisi visualisasi orang saleh itu bertahan bahkan mengalami "perkembangan" dari generasi ke generasi. Hingga akhirnya di sebuah era umat Nabi Nuh itu, terjadilah musibah terbesar pertama dalam sejarah manusia: penyekutuan terhadap Allah.

"Kecintaan" pada orang-orang saleh itu telah berkembang menjadi pengkultusan yang menyematkan hak-hak Allah kepada makhluk. Mereka tidak lagi menjadikan visual orang-orang saleh itu sebagai "pemberi motivasi" beribadah. Wujud visual itu telah menjadi objek ibadah mereka. Meminta tolong, berkah, bantuan, kemudahan, rezeki, jodoh, atau sekurang-kurangnya diyakini sebagai perantara mati untuk meminta kepada Allah.

Firman Allah yang artinya : "Dan mereka berkata: Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) ilah-ilah kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa', yaghuts, ya'uq dan nasr.," (Qs.Nuh:23). Wadd,Suwaa,'Ya'uq, dan Nasr adalah nama � nama orang saleh yang kita maksud di atas yang kemudian telah menjadi obyek penyembahan umat nabi Nuh 'Alaihissalam.

Pemunculan dan penyebaran pin berwajah Rasulullah dan sahabat 'Ali bin Abi Thalib ini sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada kaum Nabi Nuh tersebut. Dan ini sudah jelas terbukti terjadi di kalangan para pemuncul dan penyebar gambar rekaan yang terdapat dalam pin-pin tersebut. Nah, siapakah mereka itu? Tulisan ini akan mencoba mengkaji dan memaparkannya secara sederhana kepada Anda.

Melacak Pelaku Akar Pin Nabi

Membaca dan menyaksikan apa yang dipaparkan seputar "Pin Wajah Nabi" di Harian FAJAR (13 Oktober 2009) kemarin sebenarnya membuat kita dengan mudah melacak siapa pelaku di belakang upaya pelecehan Rasulullah "model baru" ini. Berita yang dipaparkan dalam harian ini menampilkan dan menyebutkan beberapa fakta penting yang akan memudahkan kita menyimpulkan siapa pelaku dan juga "sponsor" upaya penghinaan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ini. Fakta-fakta itu antara lain:

1. Gambar-gambar yang disebut sebagai visualisasi wajah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan 'Ali Radhiyallahu 'anhu itu adalah hasil rekaan yang banyak dan dengan mudah ditemukan jika Anda kebetulan berjalan-jalan di sudut-sudut kota Iran. Tidak hanya itu, dalam berbagai perhelatan Kaum Syiah, Anda akan dapat melihat bagaimana gambar rekaan wajah 'Ali bin Abi Thalib itu diangkat oleh para penganut agama Syiah. Jika Anda ingin mengetahui bagaimana para seniman Syiah memvisualisasikan para nabi dan imam mereka, silakan kunjungi: http://www.fnoor.com/fn0009.htm.

Dalam situs tersebut juga ditampilkan gambar bukti fatwa al-Sistani (salah seorang ulama rujukan kaum Syiah) yang membolehkan untuk memvisualkan gambar para nabi dan para imam Syiah. Dan menurutnya, hukum kebolehan itu tidak memerlukan dalil (Lih: http://www.sistani.org/html/ara/main/index-istifta.php?page=4〈=ara∂=1).

Atas dasar ini, maka tidak mengherankan jika Direktur Iranian Corner Universitas Hasanuddin, Supa Atha�na tidak mempersoalkan pemunculan gambar-gambar rekaan yang jelas-jelas merupakan wujud penghinaan terhadap Rasulullah dan sahabat 'Ali, sebagaimana dinyatakan oleh A.G.H. Sanusi Baco, Lc, Prof. Dr.H.A.Rahim Yunus dan tokoh-tokoh lainnya.

Bahkan secara lebih spesifik Prof.A.Rahim memberi argumen yang sangat kuat bahwa pemunculan pin itu adalah kedustaan atas nama nabi yang pelakunya terancam dengan tempat duduk di neraka jahannam.

2. Pilihan gambar yang dimunculkan dalam pin-pin tersebut hanyalah gambar rekaan Rasulullah, 'Ali bin Abi Thalib dan Abbas , Ini jelas sekali adalah pilihan khas Kaum Syiah, yang memang sama sekali tidak menghormati bahkan memusuhi ketiga Khulafa� al-Rasyidun sebelum sahabat 'Ali Radhiyallahu 'anhum ajma'in.

3. Sebutan doa yang termaktub pada bagian akhir nama 'Ali bin Abi Thalib bukanlah doa yang selama ini diamalkan oleh umat Islam sejak dahulu (Radhiyallahu 'anhu), akan tetapi menggunakan kalimat 'Alaihissalam; sebuah sebutan yang khas diamalkan oleh penganut agama Syiah.

Fakta dan data yang terbatas ini sekali lagi sudah cukup untuk mengantarkan kita pada kesimpulan bahwa pelaku (atau para pelaku) penyebaran pin penghinaan terhadap Rasulullah dan sahabat 'Ali bin Abi Thalib ini jelas sekali adalah para penganut agama Syiah di kota Makassar yang boleh jadi mendapatkan dukungan dari penganut Syiah lainnya dari luar Makassar.

Syiah Di Makassar


Harus diakui bahwa eksistensi agama Syiah di Makassar secara khusus, dan di Indonesia secara umum mulai nampak sesaat setelah gempita Revolusi Khomeni di Iran menjadi pusat perhatian dunia. Apalagi dengan dicanangkannya sebuah mega proyek Khomeni untuk mengimpor revolusinya ke berbagai belahan dunia Islam. Dan jadilah Indonesia-sang negara berpenduduk muslim terbanyak di dunia-sebagai salah satu sasaran utamanya.

Di Makassar sendiri, Syiah berkembang melalui kalangan akademisi dan mahasiswa. Dengan cara "mempolitisir" kecintaan pada Ahlul Bait Rasulullah (versi mereka), para missionaris Syiah dapat dikatakan cukup berhasil merebut hati sebagian pemuda-pemudi Islam yang memang sangat mencintai Rasulullah dan keluarganya. Dan harus diingat bahwa kecintaan pada Ahlul Bait bagi Syiah tidak akan "sah" dan sempurna tanpa diikuti dengan kebencian dan permusuhan terutama-kepada sahabat Abu Bakr al-Shiddiq, Umar ibn al-Khathab, Utsman ibn 'Affan, serta yang lainnya.

Harus diakui bahwa geliat Syiah di tubuh umat Islam Sulsel memang sudah mulai terasa mengganggu. Dan sangat mungkin akan menjadi sebuah potensi gangguan sosial yang sangat besar di kemudian hari jika tidak dilakukan tindakan-tindakan antisifatif sejak saat ini. Ajaran Nikah Mut�ah, misalnya.

Meskipun belum ada penelitian komprehensif dan serius tentang praktik nikah terlarang ini di Makassar, tapi praktik haram ini cukup banyak "diamalkan" oleh simpatisan Syiah di beberapa kampus. Para orangtua, sebagaimana mereka pasti prihatin dengan hubungan seks dan hamil di luar nikah di kalangan pelajar dan mahasiswa, tentu mereka juga patut prihatin dan waspada dengan praktik haram berkedok agama ini.

Justru embel-embel "agama" inilah yang membuat para orangtua dan pendidik harus meningkatkan kewaspadaannya terhadap praktek Nikah Mut�ah ini, sebab dengan label "agama" para pelakunya boleh jadi secara lahiriah nampak "sangat alim", senang membaca buku agama, terutama yang berbau "Ahlul Bait"-.

Indikasi lain yang menunjukkan eksistensi Syiah di Makassar adalah pelaksanaan peringatan Hari 'Asyuro yang setiap tahun dirayakan pada bulan Muharram. Meskipun peringatan 'Asyuro yang katanya dimaksudkan untuk "memperingati" terbunuhnya cucu Nabi, al-Husain di Karbala boleh dikatakan "cukup aneh" karena tidak diikuti dengan peringatan kematian Rasulullah, 'Ali bin Abi Thalib dan Fatimah. Seminar-seminar internasional dengan mengundang para tokoh Syiah Iran juga tidak kurang diadakan di salah satu kampus.

Tidak hanya itu, di Makassar ini pun Anda dapat dengan mudah menemukan kemasan Tanah "suci" Karbala yang bagi penganut Syiah menjadi salah satu unsur penting dalam shalat mereka; dimana saat sujud mereka biasanya meletakkan bungkusan Tanah Karbala itu di kening mereka (kecuali jika mereka sedang taqiyyah terhadap umat Islam).

Pin Pelecehan: Sebuah Uji Coba

Atas dasar semua itu, maka kasus "Pin Wajah Nabi" ini sangat boleh jadi merupakan sebuah upaya uji coba kaum Syiah di Makassar dalam upaya lebih menghunjamkan ideologi di negeri Ahlussunnah ini lebih dalam lagi. Melalui kasus "Pin Wajah Nabi" ini, mereka ingin menguji apakah umat Islam di negeri ini sudah dapat menerima ideologi mereka dengan mudah atau tidak. Mereka sangat mungkin ingin mencoba apa reaksi umat Islam terhadap upaya pelecehan ini.

Jika ternyata tidak ada reaksi yang berarti, atau umat Islam sekedar mengatakan "tidak apa-apa", maka jelas itu adalah lampu hijau untuk melakukan "hal yang lebih" dari sekedar sebuah pin. Maka haruskah kita menunggu sebuah tragedi yang lebih besar dan menakutkan untuk mengambil sikap dan tindakan yang tegas? Semoga saja tidak. Sebab ini dapat mengancam persatuan umat dan bangsa ini. Wallahu a'lam. (*) link fajar.co.id