Sabtu, 07 November 2009

Tragedi Pin Wajah Nabi

Oleh: Muhammad Ikhwan Abdul Jalil
(Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia)
Harian Fajar, Sabtu 17 Oktober 2009 Kolom Opini Hal.4)


Tragedi "Pin Wajah Nabi" kemarin (Harian Fajar, 14 Oktober 2009) mengingatkan saya pada tragedi kesyirikan pertama yang terjadi di atas muka bumi ini. Tragedi itu terjadi setelah rasul pertama, Nuh 'Alaihissalam menghadap Allah. Tepatnya setelah generasi ulama dan orang-orang saleh umat Nabi Nuh 'Alaihissalam satu persatu juga meninggal dunia.

Sepeninggal mereka kemudian muncul sebuah ide untuk memvisualkan wujud orang-orang saleh itu ke alam nyata. Alasan awal para pelopor kesyirikan itu kelihatannya "sangat sederhana". Bahkan cenderung sangat religius dan kelihatan "aneh" jika ada yang menolaknya.

Agar wujud visual orang-orang saleh itu dapat memberi motivasi beribadah saat mereka terjangkit kemalasan dan kelemahan dalam beribadah. Dan itu tentu saja berangkat dari sebuah rasa cinta yang sangat mendalam kepada orang-orang saleh tersebut. Dan tidak ada yang melarang mereka. Semuanya dibiarkan begitu saja, karena tujuannya dianggap baik.

Maka berjalanlah waktu demi waktu melewati pembiaran demi pembiaran itu. Dengan alasan: "Tidak masalah karena itu adalah wujud kecintaan". Alasan "kecintaan" itulah yang kemudian menyebabkan tradisi visualisasi orang saleh itu bertahan bahkan mengalami "perkembangan" dari generasi ke generasi. Hingga akhirnya di sebuah era umat Nabi Nuh itu, terjadilah musibah terbesar pertama dalam sejarah manusia: penyekutuan terhadap Allah.

"Kecintaan" pada orang-orang saleh itu telah berkembang menjadi pengkultusan yang menyematkan hak-hak Allah kepada makhluk. Mereka tidak lagi menjadikan visual orang-orang saleh itu sebagai "pemberi motivasi" beribadah. Wujud visual itu telah menjadi objek ibadah mereka. Meminta tolong, berkah, bantuan, kemudahan, rezeki, jodoh, atau sekurang-kurangnya diyakini sebagai perantara mati untuk meminta kepada Allah.

Firman Allah yang artinya : "Dan mereka berkata: Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) ilah-ilah kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa', yaghuts, ya'uq dan nasr.," (Qs.Nuh:23). Wadd,Suwaa,'Ya'uq, dan Nasr adalah nama � nama orang saleh yang kita maksud di atas yang kemudian telah menjadi obyek penyembahan umat nabi Nuh 'Alaihissalam.

Pemunculan dan penyebaran pin berwajah Rasulullah dan sahabat 'Ali bin Abi Thalib ini sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada kaum Nabi Nuh tersebut. Dan ini sudah jelas terbukti terjadi di kalangan para pemuncul dan penyebar gambar rekaan yang terdapat dalam pin-pin tersebut. Nah, siapakah mereka itu? Tulisan ini akan mencoba mengkaji dan memaparkannya secara sederhana kepada Anda.

Melacak Pelaku Akar Pin Nabi

Membaca dan menyaksikan apa yang dipaparkan seputar "Pin Wajah Nabi" di Harian FAJAR (13 Oktober 2009) kemarin sebenarnya membuat kita dengan mudah melacak siapa pelaku di belakang upaya pelecehan Rasulullah "model baru" ini. Berita yang dipaparkan dalam harian ini menampilkan dan menyebutkan beberapa fakta penting yang akan memudahkan kita menyimpulkan siapa pelaku dan juga "sponsor" upaya penghinaan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ini. Fakta-fakta itu antara lain:

1. Gambar-gambar yang disebut sebagai visualisasi wajah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan 'Ali Radhiyallahu 'anhu itu adalah hasil rekaan yang banyak dan dengan mudah ditemukan jika Anda kebetulan berjalan-jalan di sudut-sudut kota Iran. Tidak hanya itu, dalam berbagai perhelatan Kaum Syiah, Anda akan dapat melihat bagaimana gambar rekaan wajah 'Ali bin Abi Thalib itu diangkat oleh para penganut agama Syiah. Jika Anda ingin mengetahui bagaimana para seniman Syiah memvisualisasikan para nabi dan imam mereka, silakan kunjungi: http://www.fnoor.com/fn0009.htm.

Dalam situs tersebut juga ditampilkan gambar bukti fatwa al-Sistani (salah seorang ulama rujukan kaum Syiah) yang membolehkan untuk memvisualkan gambar para nabi dan para imam Syiah. Dan menurutnya, hukum kebolehan itu tidak memerlukan dalil (Lih: http://www.sistani.org/html/ara/main/index-istifta.php?page=4〈=ara∂=1).

Atas dasar ini, maka tidak mengherankan jika Direktur Iranian Corner Universitas Hasanuddin, Supa Atha�na tidak mempersoalkan pemunculan gambar-gambar rekaan yang jelas-jelas merupakan wujud penghinaan terhadap Rasulullah dan sahabat 'Ali, sebagaimana dinyatakan oleh A.G.H. Sanusi Baco, Lc, Prof. Dr.H.A.Rahim Yunus dan tokoh-tokoh lainnya.

Bahkan secara lebih spesifik Prof.A.Rahim memberi argumen yang sangat kuat bahwa pemunculan pin itu adalah kedustaan atas nama nabi yang pelakunya terancam dengan tempat duduk di neraka jahannam.

2. Pilihan gambar yang dimunculkan dalam pin-pin tersebut hanyalah gambar rekaan Rasulullah, 'Ali bin Abi Thalib dan Abbas , Ini jelas sekali adalah pilihan khas Kaum Syiah, yang memang sama sekali tidak menghormati bahkan memusuhi ketiga Khulafa� al-Rasyidun sebelum sahabat 'Ali Radhiyallahu 'anhum ajma'in.

3. Sebutan doa yang termaktub pada bagian akhir nama 'Ali bin Abi Thalib bukanlah doa yang selama ini diamalkan oleh umat Islam sejak dahulu (Radhiyallahu 'anhu), akan tetapi menggunakan kalimat 'Alaihissalam; sebuah sebutan yang khas diamalkan oleh penganut agama Syiah.

Fakta dan data yang terbatas ini sekali lagi sudah cukup untuk mengantarkan kita pada kesimpulan bahwa pelaku (atau para pelaku) penyebaran pin penghinaan terhadap Rasulullah dan sahabat 'Ali bin Abi Thalib ini jelas sekali adalah para penganut agama Syiah di kota Makassar yang boleh jadi mendapatkan dukungan dari penganut Syiah lainnya dari luar Makassar.

Syiah Di Makassar


Harus diakui bahwa eksistensi agama Syiah di Makassar secara khusus, dan di Indonesia secara umum mulai nampak sesaat setelah gempita Revolusi Khomeni di Iran menjadi pusat perhatian dunia. Apalagi dengan dicanangkannya sebuah mega proyek Khomeni untuk mengimpor revolusinya ke berbagai belahan dunia Islam. Dan jadilah Indonesia-sang negara berpenduduk muslim terbanyak di dunia-sebagai salah satu sasaran utamanya.

Di Makassar sendiri, Syiah berkembang melalui kalangan akademisi dan mahasiswa. Dengan cara "mempolitisir" kecintaan pada Ahlul Bait Rasulullah (versi mereka), para missionaris Syiah dapat dikatakan cukup berhasil merebut hati sebagian pemuda-pemudi Islam yang memang sangat mencintai Rasulullah dan keluarganya. Dan harus diingat bahwa kecintaan pada Ahlul Bait bagi Syiah tidak akan "sah" dan sempurna tanpa diikuti dengan kebencian dan permusuhan terutama-kepada sahabat Abu Bakr al-Shiddiq, Umar ibn al-Khathab, Utsman ibn 'Affan, serta yang lainnya.

Harus diakui bahwa geliat Syiah di tubuh umat Islam Sulsel memang sudah mulai terasa mengganggu. Dan sangat mungkin akan menjadi sebuah potensi gangguan sosial yang sangat besar di kemudian hari jika tidak dilakukan tindakan-tindakan antisifatif sejak saat ini. Ajaran Nikah Mut�ah, misalnya.

Meskipun belum ada penelitian komprehensif dan serius tentang praktik nikah terlarang ini di Makassar, tapi praktik haram ini cukup banyak "diamalkan" oleh simpatisan Syiah di beberapa kampus. Para orangtua, sebagaimana mereka pasti prihatin dengan hubungan seks dan hamil di luar nikah di kalangan pelajar dan mahasiswa, tentu mereka juga patut prihatin dan waspada dengan praktik haram berkedok agama ini.

Justru embel-embel "agama" inilah yang membuat para orangtua dan pendidik harus meningkatkan kewaspadaannya terhadap praktek Nikah Mut�ah ini, sebab dengan label "agama" para pelakunya boleh jadi secara lahiriah nampak "sangat alim", senang membaca buku agama, terutama yang berbau "Ahlul Bait"-.

Indikasi lain yang menunjukkan eksistensi Syiah di Makassar adalah pelaksanaan peringatan Hari 'Asyuro yang setiap tahun dirayakan pada bulan Muharram. Meskipun peringatan 'Asyuro yang katanya dimaksudkan untuk "memperingati" terbunuhnya cucu Nabi, al-Husain di Karbala boleh dikatakan "cukup aneh" karena tidak diikuti dengan peringatan kematian Rasulullah, 'Ali bin Abi Thalib dan Fatimah. Seminar-seminar internasional dengan mengundang para tokoh Syiah Iran juga tidak kurang diadakan di salah satu kampus.

Tidak hanya itu, di Makassar ini pun Anda dapat dengan mudah menemukan kemasan Tanah "suci" Karbala yang bagi penganut Syiah menjadi salah satu unsur penting dalam shalat mereka; dimana saat sujud mereka biasanya meletakkan bungkusan Tanah Karbala itu di kening mereka (kecuali jika mereka sedang taqiyyah terhadap umat Islam).

Pin Pelecehan: Sebuah Uji Coba

Atas dasar semua itu, maka kasus "Pin Wajah Nabi" ini sangat boleh jadi merupakan sebuah upaya uji coba kaum Syiah di Makassar dalam upaya lebih menghunjamkan ideologi di negeri Ahlussunnah ini lebih dalam lagi. Melalui kasus "Pin Wajah Nabi" ini, mereka ingin menguji apakah umat Islam di negeri ini sudah dapat menerima ideologi mereka dengan mudah atau tidak. Mereka sangat mungkin ingin mencoba apa reaksi umat Islam terhadap upaya pelecehan ini.

Jika ternyata tidak ada reaksi yang berarti, atau umat Islam sekedar mengatakan "tidak apa-apa", maka jelas itu adalah lampu hijau untuk melakukan "hal yang lebih" dari sekedar sebuah pin. Maka haruskah kita menunggu sebuah tragedi yang lebih besar dan menakutkan untuk mengambil sikap dan tindakan yang tegas? Semoga saja tidak. Sebab ini dapat mengancam persatuan umat dan bangsa ini. Wallahu a'lam. (*) link fajar.co.id

Tidak ada komentar: